Hari Kebangkitan Nasional Suatu Refleksi Akan Kebangkitan Dunia Pendidikan
Hari
Kebangkitan Nasional: Suatu Refleksi Akan Kebangkitan Dunia Pendidikan
Oleh
: Yohanes Bere (Guru SMA Negeri 1 Sabu Barat)
Tanggal
20 Mei ditetapkan sebagai hari kebangkitan nasional. Suatu kesadaran berbangsa
dan bernegara yang muncul akibat kesamaan nasib dan sepenanggungan menjadi
modal dasar bagi perjuangan kemerdekaan, lepas dari penjajahan.
Permulaan
abad 20, beberapa mahasiswa sekolah kedokteran jawa (School tot Opleiding van
Indische Artsen – STOVIA ) yang tentunya adalah anak rakyat pribumi menyadari
akan perlunya suatu kesadaran bersama untuk mencapai cita-cita kemerdekaan.
Pramoedya
Ananta Toer dalam Romannya, “Jejak Langkah”mendeskripsikan secara hidup,
bagaimana semangat itu bernyala dalam diri anak bangsa, yang kemudian sepakat
untuk mendirikan suatu organisasi yang bergerak dalam bidang sosial-budaya,
yaitu Boedi Oetomo (Budi Utomo). Organisasi ini kemudian mempelopori pergerakan
nasional. Oleh karenanya, tanggal berdirinya organisasi ini, yakni tanggal 20
Mei 1908 ditandai sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Budi Utomo didirikan oleh Dr.
Soetomo, Soeradji Tirtonegoro, Gunawan Mangoenkoesoemo, dan lainnya.
Apa
itu kebangkitan nasional ? Kebangkitan nasional hakikatnya adalah kesadaran
suatu bangsa akan potensi bangsa dan persatuan. Para bapak bangsa sadar bahwa,
lamanya belanda bercokol di Hindia Belanda (Indonesia) adalah adalah karena
kurangnya kesadaran akan potensi yang dimiliki serta kurangnya semangat
persatuan di antara bangsa-bangsa sehingga penjajah dengan mudah menjalankan
politik adu domba (devide et impera).
Soekarno dalam Taufiq Ferry (Wasiat-wasiat Revolusioner Bung Karno:2018)
menegaskan bahwa tanpa persatuan, tujuan mulia tercapainya kesejahteraan
rakyat, kemerdekaan , dan kebebasan, sulit bahkan mustahil tercapai.
Kebangkitan
dunia pendidikan, suatu refleksi.
Tak
dapat disangkal bahwa, sejak pandemi covid 19 melanda dunia dan negeri ini,
dunia pendidikan ikut terseret dalam dalam pusaran kegugupan dan kegagapan.
Ketidaksiapan seluruh stakeholder pendidikan akan serangan covid begitu terasa
pada medio 2020 hingga akhir 2021. Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh atau pjj
dengan metode dalam jaringan (daring) ataupun luar jaringan (luring) memiliki
tantangan atau hambatan yang tak bisa dipandang sebelah mata. Memilih metode
daring, dihadapkan pada persoalan-persoalan yakni; ketiadaan sarana seperti
laptop, jaringan yang tidak mendukung, dan ketiadaan paket internet. Sedangkan
metode luring mempunyai persoalan yang menakutkan yaitu tertular virus corona
yang belum ada obatnya. Sangat dilematis.
Dunia
pendidikan benar-benar mengalami suatu “kemerosotan”. Tiga generasi yang lulus
pada masa pendemi (2020,2021,2022) benar-benar tak mendapatkan layanan
pendidikan yang maksimal. Ini adalah suatu pukulan telak, sebab pendidikan
adalah urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kini,
badai itu telah dilewati. Presiden Joko Widodo dalam tayangan Youtube
Sekretariat Presiden(17/5/2022)terkait kebijakan pelonggaran penggunaan masker
mengatakan bahwa penanganan Covid-19 di Indonesia makin terkendali. Ini adalah
momentum kebangkitan bersama semua aspek kehidupan, terutama bagi aspek
pendidikan.
Mendikbudristek
RI, Pak Nadiem Anwar Makarim, dalam pidato peringatan Hari Pendidikan
Nasioanal, 2 Mei 2022, menegaskan bahwa insan pendidikan harus berani dan tanpa
keraguan untuk mencoba melewati setiap hantaman badai demi pemulihan dan
kebangkitan. Implementasi kurikulum merdeka dalam spirit merdeka belajar perlu
menjadi gerakan bersama agar laju pemulihan dan kebangkitan makin cepat sebab
ke depan masih ada ombak yang lebih besar dan rintangan yang jauh lebih tinggi.
Siapakah
yang terlibat dalam gerakan bersama itu? Tentunya tidak hanya pendidik,
melainkan semua kita (pemerintah, sekolah, dan masyarakat) yang sadar akan
pentingnya pemulihan dan kebangkitan menuju impian Indonesia menjadi generasi
emas 2045.
Salam